Oleh: Cristina Pape )*
Tindakan kekerasan yang dilakukan oleh Organisasi Papua Merdeka (OPM) di Papua semakin menciderai keamanan dan perdamaian di Tanah Papua. OPM, dengan agenda separatisnya, terus melancarkan aksi-aksi brutal yang tidak hanya membahayakan aparat keamanan tetapi juga merugikan masyarakat sipil. Kekerasan yang OPM lakukan sudah tidak bisa ditoleransi lagi, dan pemerintah berkomitmen penuh bertindak lebih tegas untuk menghentikan ancaman ini.
Salah satu contoh terbaru dari kebrutalan OPM terjadi pada Oktober 2024, Kapolres Puncak, Komisaris Polisi I Nyoman Punia mengatakan OPM menyerang pos TNI di Kabupaten Puncak, Papua Tengah dan melakukan pembakaran gedung SMAN 1 Sinak pada Selasa (8/10/2024) malam. Tindakan ini adalah bukti nyata bahwa OPM tidak segan-segan menghancurkan fasilitas publik yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat Papua.
Kabid Humas Polda Papua, Kombes Ignatius Benny Ady Prabowo merespons serangan OPM terhadap pos jaga dan pembakaran sekolah dengan segera meningkatkan pengamanan di wilayah tersebut untuk mencegah kejadian serupa di masa mendatang. Serangan ini menggarisbawahi bahwa kelompok separatis tidak hanya bertujuan mengganggu ketertiban umum, tetapi juga merusak fasilitas publik yang esensial, seperti gedung sekolah. Melalui aksi-aksi kekerasan seperti ini, OPM justru mengorbankan masa depan generasi muda Papua, padahal mereka mengklaim berjuang demi masyarakat Papua itu sendiri.
Selain serangan terhadap infrastruktur, OPM juga kerap melancarkan aksi teror dengan menyerang aparat keamanan dan pekerja sipil. Insiden pada 1 Desember 2018 yang menewaskan 31 pekerja PT Istaka Karya menjadi salah satu contoh tragis dari kekejaman OPM. Serangan ini dilatarbelakangi oleh hal yang sepele, yakni seorang pekerja yang diduga mengambil foto perayaan ulang tahun OPM. Namun, dampaknya sangat fatal, dengan hilangnya nyawa orang-orang yang sedang menjalankan tugas membangun infrastruktur yang penting bagi Papua. Kejadian ini mencerminkan betapa rentannya masyarakat terhadap kekerasan yang dipicu oleh kelompok separatis tersebut.
Tidak hanya di wilayah pegunungan, kekerasan OPM juga meluas hingga ke daerah perkotaan. Salah satunya, serangkaian serangan yang pernah dilancarkan OPM terhadap pos-pos polisi di Tembagapura menunjukkan bahwa kelompok ini semakin agresif dalam menentang kehadiran aparat negara di Papua. OPM sering kali menyatakan bahwa mereka menolak kehadiran aparat dan tambang-tambang besar karena dianggap lebih menguntungkan pihak luar daripada masyarakat Papua sendiri. Namun, cara-cara kekerasan yang OPM lakukan justru menambah beban bagi masyarakat lokal. Setiap serangan tidak hanya memicu ketakutan tetapi juga menghancurkan hubungan yang lebih damai dan kooperatif antara negara dan rakyat di wilayah tersebut.
Penegakan hukum yang tegas terhadap para pelaku kekerasan OPM sangat diperlukan untuk memastikan stabilitas di Papua. Salah satu upaya yang berhasil dilakukan aparat keamanan baru-baru ini, yaitu tepatnya pada 16 Oktober 2024, tim gabungan Satgas Operasi Damai Cartenz dan Polres Dogiyai berhasil menangkap salah satu pimpinan KKB/OPM, Jemmy Magai Yogi, yang juga menjabat sebagai Kepala Staf Angkatan Darat West Papua Army (WPA) Divisi II Pemka IV Paniai. Kasatgas Operasi Damai Cartenz, Brigjen Pol Faizal Rahmadani mengungkapkan bahwa penangkapan ini merupakan hasil penyelidikan terkait pergeseran amunisi dari Nabire ke Paniai, yang dilakukan oleh Jemmy dan kelompoknya. Dalam operasi tersebut, sebanyak 104 butir amunisi berbagai kaliber berhasil diamankan, dan Jemmy bersama sembilan orang lainnya ditangkap. Keberhasilan ini menunjukkan bahwa aparat keamanan terus melakukan upaya serius untuk menumpas kekerasan di Papua dan melindungi masyarakat dari ancaman separatis.
Jemmy Magai Yogi bukan sosok baru dalam aktivitas kriminal di Papua. Dia diketahui terlibat dalam kasus pencurian senjata api pada tahun 2015 dan juga kontak tembak dengan TNI pada Mei 2024 di Distrik Bibida, Kabupaten Paniai. Penangkapan Jemmy bukan hanya langkah penting dalam mengurangi kekuatan militer OPM, tetapi juga menjadi sinyal bahwa negara tidak akan tinggal diam menghadapi kekerasan yang dilakukan oleh kelompok bersenjata ini. Operasi semacam ini sangat penting untuk memutus rantai pasokan senjata dan amunisi yang selama ini digunakan oleh OPM dalam melancarkan aksi teror.
Langkah-langkah tegas yang diambil oleh pemerintah dalam menghadapi OPM perlu didukung oleh seluruh elemen masyarakat. OPM telah lama menjadi ancaman serius bagi stabilitas nasional dan kesejahteraan masyarakat Papua. Serangan-serangan brutal OPM, seperti yang dilakukan terhadap pos-pos keamanan, pekerja infrastruktur, dan fasilitas umum, telah menunjukkan bahwa OPM bukanlah kelompok yang benar-benar memperjuangkan kesejahteraan masyarakat Papua. Sebaliknya, tindakan-tindakan mereka justru mengorbankan masyarakat itu sendiri. Oleh karena itu, pemerintah harus terus melakukan operasi yang tegas dan terukur untuk menghentikan kekerasan OPM dan memastikan bahwa setiap pelaku kekerasan mendapatkan hukuman yang setimpal.
Persatuan dan kedaulatan negara adalah hal yang tidak bisa ditawar. Upaya separatisme yang dilakukan oleh OPM tidak hanya merongrong integritas NKRI tetapi juga menghancurkan harapan masyarakat Papua untuk hidup damai dan sejahtera. Pemerintah telah menunjukkan komitmen kuatnya dalam menangani persoalan Papua, baik melalui pengiriman pasukan keamanan untuk menjaga stabilitas maupun melalui berbagai program pembangunan yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat Papua. Dukungan penuh dari seluruh rakyat Indonesia sangat diperlukan untuk memastikan bahwa Papua tetap menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari NKRI, dan masyarakat Papua bisa hidup dalam kedamaian, tanpa ancaman kekerasan dan teror dari OPM.
)* Jurnalis Independen asal Papua Tengah