Oleh: Silvia Anggun )*
Undang-Undang (UU) Cipta Kerja, yang diresmikan pada masa kepemimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi), telah menjadi salah satu kebijakan yang paling penting dalam upaya pemerintah untuk memperbaiki ekonomi Indonesia. Kebijakan ini hadir dengan semangat untuk menyederhanakan regulasi dan menciptakan lapangan kerja. UU Cipta Kerja juga mencerminkan nilai-nilai Pancasila yang menjadi landasan dasar negara Indonesia, khususnya dalam aspek keadilan sosial, gotong royong, dan kesejahteraan umum.
Dalam upaya mencapai target pembangunan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan, pemerintah Indonesia di bawah pimpinan Presiden Jokowi mengajukan UU Cipta Kerja sebagai solusi untuk berbagai masalah struktural yang dihadapi ekonomi nasional. Salah satu masalah utama yang ingin diatasi melalui undang-undang ini adalah tumpang tindihnya regulasi yang selama ini dianggap menghambat investasi dan penciptaan lapangan kerja. Dengan menyederhanakan birokrasi dan regulasi, pemerintah berharap dapat mendorong pertumbuhan ekonomi yang lebih cepat dan lebih merata di seluruh Indonesia.
UU Cipta Kerja, yang sering disebut sebagai “omnibus law” karena mencakup perubahan pada banyak undang-undang sekaligus, dirancang untuk meningkatkan daya saing Indonesia di tingkat global. Hal ini terutama karena, dalam beberapa tahun terakhir, Indonesia dianggap kurang kompetitif dibandingkan negara-negara tetangga dalam hal menarik investasi asing. Masalah seperti regulasi yang berbelit-belit, biaya tenaga kerja yang tinggi, serta ketidakpastian hukum dianggap sebagai penghambat utama.
Namun, terlepas dari tujuan ekonomi yang jelas, UU Cipta Kerja juga harus dilihat dari perspektif yang lebih luas. Presiden Jokowi menegaskan bahwa undang-undang ini mencerminkan spirit Pancasila, khususnya dalam hal menciptakan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Melalui undang-undang ini, diharapkan tercipta keseimbangan antara kepentingan pekerja, pengusaha, dan pemerintah dalam rangka mencapai kesejahteraan bersama.
Pancasila, sebagai dasar ideologi negara, mengandung lima sila yang mencerminkan nilai-nilai utama yang harus menjadi pedoman dalam setiap kebijakan nasional. Jika ditelaah secara mendalam, UU Cipta Kerja dapat dilihat sebagai perwujudan dari beberapa prinsip penting dalam Pancasila, terutama dalam konteks menciptakan masyarakat yang adil dan makmur.
Kepala Pusat Studi Pancasila (PSP) Universitas Gadjah Mada, Agus Wahyudi, menyatakan UU Cipta Kerja mempunyai nilai-nilai yang sesuai dengan Pancasila yaitu menciptakan lapangan kerja yang fleksibel dan dinamis dengan menjunjung tinggi prinsip-prinsip keadilan sosial. Keadilan sosial, yang termaktub dalam sila kelima Pancasila, menjadi salah satu landasan utama dari UU Cipta Kerja. Presiden Jokowi, dalam berbagai kesempatan, menegaskan bahwa undang-undang ini dirancang untuk menciptakan keadilan sosial dengan memastikan bahwa setiap warga negara memiliki akses yang lebih mudah terhadap pekerjaan dan kesejahteraan.
Sejalan dengan hal tersebut, Sekretaris Satgas Percepatan Sosialisasi UU Cipta Kerja, Arif Budimanta, menegaskan bahwa UU Cipta Kerja sudah sesuai dengan nilai-nilai Pancasila. Hal ini dapat dilihat dari pasal-pasal yang terdapat dalam undang-undang tersebut. Pertimbangan awal pada saat diajukannya UU Cipta Kerja adalah dalam rangka agar warga Indonesia mendapatkan kehidupan yang layak.
Ditambahkan Arif bahwa perekonomian Indonesia ditopang oleh UMKM, sehingga seluruh kebijakan pemerintah dibuat dengan memperhatikan kemudahan dan kesejahteraan usaha mikro dan kecil tersebut. Investor adalah satu kalimat yang sebenarnya netral, tidak menuju pada golongan atas dan besar, tetapi warga Indonesia yang bergerak di bidang usaha mikro itu pun juga investor bagi kemajuan perekonomian Indonesia.
UU Cipta Kerja memberikan perhatian khusus pada usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM), yang merupakan tulang punggung perekonomian Indonesia. Dengan penyederhanaan regulasi dan berbagai insentif yang diberikan kepada UMKM, pemerintah berharap dapat meningkatkan daya saing sektor ini dan menciptakan lebih banyak lapangan kerja. Langkah ini sejalan dengan nilai keadilan sosial, karena UMKM sering kali menjadi sumber penghidupan bagi masyarakat yang kurang mampu.
Selain itu, UU Cipta Kerja juga bertujuan untuk memperkuat persatuan bangsa dengan menciptakan lapangan kerja yang lebih banyak dan lebih merata. Salah satu masalah yang sering kali memicu ketegangan sosial di Indonesia adalah tingginya angka pengangguran, terutama di kalangan pemuda. Dengan menciptakan lebih banyak peluang kerja, diharapkan ketegangan sosial dapat dikurangi dan persatuan bangsa semakin diperkuat.
Terkait dengan hubungan industrial ketenagakerjaan, Kepala Seksi Pemasyarakatan Hubungan Industrial Kementerian Ketenagakerjaan, Lucky Mahadewi menjelaskan bahwa tujuh (7) prinsip hubungan industrial yang sesuai dengan nilai-nilai Pancasila yaitu kepentingan bersama, kemitraan yang menguntungkan, hubungan fungsional dan pembagian tugas, kekeluargaan, penciptaan ketenangan berusaha, peningkatan produktivitas, serta peningkatan kesejahteraan bersama.
Seiring berjalannya waktu, keberhasilan UU Cipta Kerja dalam membawa spirit Pancasila akan sangat bergantung pada bagaimana kebijakan ini diimplementasikan di lapangan. Undang-undang ini bukanlah akhir dari proses reformasi ekonomi, melainkan langkah awal untuk menciptakan ekosistem yang lebih baik bagi pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan rakyat. Semangat gotong royong, keadilan sosial, dan kemanusiaan yang adil dan beradab harus terus menjadi pedoman dalam setiap langkah pembangunan yang diambil.
)* Penulis adalah tim redaksi Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) Ideas