Oleh: Andi Ramli
Pilkada 2024, yang melibatkan pemilihan kepala daerah secara serentak di berbagai wilayah Indonesia, diprediksi menjadi salah satu ajang politik terbesar di negeri ini. Di tengah kemajuan teknologi dan perkembangan digital, salah satu tantangan terbesar dalam Pilkada bukan hanya soal kampanye, tetapi juga penyebaran hoaks atau berita bohong.
Seiring dengan semakin maraknya penggunaan media sosial, risiko penyebaran hoaks yang dapat merusak tatanan demokrasi pun semakin tinggi. Oleh karena itu, sinergi antara pemerintah dan platform digital menjadi solusi penting dalam menangkal informasi sesat dan menjaga kualitas demokrasi di Indonesia.
Pemerintah, melalui Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo), sudah mempersiapkan langkah strategis untuk menghadapi potensi penyebaran hoaks di Pilkada 2024. Salah satu kuncinya adalah kolaborasi dengan berbagai platform digital besar, seperti YouTube, Facebook, dan X (sebelumnya Twitter).
Kolaborasi ini bertujuan untuk memastikan bahwa informasi seputar calon kepala daerah dan jalannya Pilkada terpantau secara langsung dan cepat oleh pihak-pihak terkait.
Dirjen Informasi dan Komunikasi Publik (IKP) Kemenkominfo, Prabu Revolusi, menyatakan bahwa langkah kolaborasi ini merupakan bagian dari strategi menyeluruh untuk menjaga integritas Pilkada. Pemerintah akan bekerja sama dengan platform digital untuk memantau informasi mengenai calon kepala daerah.
Jika ditemukan hoaks atau disinformasi, pemerintah siap mengambil tindakan cepat. Upaya ini diharapkan dapat secara efektif mengurangi penyebaran informasi palsu serta mempercepat proses klarifikasi terhadap informasi yang salah atau menyesatkan.
Seiring dengan perkembangan teknologi, media sosial telah menjadi bagian penting dalam kehidupan sehari-hari masyarakat. Informasi beredar dengan sangat cepat, dan hal ini membawa tantangan baru dalam menjaga kebenaran informasi, terutama menjelang peristiwa politik besar seperti Pilkada. Di sinilah peran platform digital menjadi sangat penting.
Kolaborasi antara Kemenkominfo dengan platform-platform digital tersebut bukan hanya sekadar bentuk pengawasan, tetapi juga menciptakan sistem yang mampu merespon dengan cepat setiap ancaman informasi bohong yang dapat memecah belah masyarakat.
Salah satu hal yang ditekankan oleh Prabu adalah pentingnya menciptakan sistem pemantauan yang terintegrasi dengan platform digital. Sistem ini akan melakukan “tagging” terhadap informasi yang berkaitan dengan calon kepala daerah.
Artinya, setiap informasi yang menyangkut calon pemimpin daerah akan dipantau secara langsung oleh tim khusus. Dengan demikian, jika ada upaya untuk menyebarkan hoaks atau disinformasi, tindakan cepat dapat diambil.
Langkah ini mencerminkan betapa seriusnya pemerintah dalam menjaga kualitas informasi yang beredar di media sosial. Tidak hanya sekadar membatasi penyebaran hoaks, tetapi juga mendorong kesadaran publik akan pentingnya literasi digital. Masyarakat diajak untuk lebih cermat dalam menyaring informasi dan tidak mudah terprovokasi oleh berita-berita yang belum tentu benar.
Di tingkat daerah, upaya serupa juga dilakukan oleh pihak kepolisian dalam menangkal hoaks. Satuan Reserse Kriminal Polresta Pekanbaru, misalnya, mengambil inisiatif untuk menggandeng influencer dan admin media sosial sebagai garda terdepan dalam menangkal isu-isu yang bisa memecah belah masyarakat, khususnya yang menyangkut isu suku, agama, ras, dan antar golongan (SARA).
Kasatreskrim Polresta Pekanbaru, Kompol Berry Juana Putra, menegaskan bahwa kolaborasi ini merupakan langkah penting dalam mewujudkan Pilkada damai.
Berry mengungkapkan harapannya agar para admin media sosial dan influencer dapat berperan aktif dalam membantu mencegah penyebaran hoaks, khususnya yang berpotensi memecah belah masyarakat. Dengan dukungan mereka, proses identifikasi dan penanganan informasi bohong diharapkan dapat berlangsung lebih cepat dan efektif.
Peran penggiat media sosial dalam menangkal hoaks menjadi sangat signifikan mengingat mereka memiliki akses langsung ke ribuan, bahkan jutaan, pengikut. Informasi yang mereka sebarkan dapat dengan cepat memengaruhi opini publik. Oleh karena itu, penting bagi para influencer dan admin media sosial untuk memastikan bahwa informasi yang mereka bagikan sudah terverifikasi kebenarannya.
Tidak hanya di Pekanbaru, tetapi juga di berbagai daerah lain di Indonesia, kepolisian dan lembaga terkait terus berupaya membangun sinergi dengan para penggiat media sosial. Melalui kolaborasi ini, diharapkan bahwa setiap informasi yang beredar di masyarakat bisa lebih terkontrol, terutama yang berkaitan dengan isu-isu sensitif menjelang Pilkada.
Di sisi lain, menangkal hoaks bukan hanya soal pengawasan dan penindakan, tetapi juga soal pendidikan. Masyarakat perlu dibekali dengan kemampuan literasi digital yang baik agar mereka bisa lebih cermat dalam mengonsumsi informasi.
Hal ini penting mengingat tidak semua orang memiliki kesadaran yang sama tentang bahaya hoaks. Masih banyak masyarakat yang cenderung mempercayai informasi tanpa melakukan verifikasi lebih lanjut.
Pilkada 2024 akan menjadi momen penting bagi perjalanan demokrasi di Indonesia. Di tengah tantangan penyebaran hoaks yang kian marak, sinergi antara pemerintah, platform digital, dan penggiat media sosial menjadi kunci sukses dalam menjaga kelancaran dan kedamaian Pilkada. Kolaborasi ini tidak hanya untuk memantau dan menindak hoaks, tetapi juga untuk meningkatkan literasi digital di kalangan masyarakat.
Melalui upaya ini, diharapkan bahwa Pilkada 2024 bisa berjalan dengan lebih aman dan damai, bebas dari pengaruh negatif hoaks. Masyarakat juga diharapkan bisa lebih bijak dalam mengonsumsi informasi dan tidak mudah terprovokasi oleh berita bohong. Mari bersama-sama menjaga demokrasi yang sehat dan berkualitas dengan menjadi pengguna internet yang cerdas dan bertanggung jawab.
*) Analis Politik Nasional – Forum Kajian Demokrasi Indonesia