Oleh : Jerome Maruna Kogoya )*
Bumi Cendrawasih, dengan warisan budaya yang kaya, ekosistem yang beragam, dan lokasi yang strategis, merupakan bagian integral dalam Republik Indonesia dulu, kini, dan selamanya.
Eksistensi Papua sendiri menjadi landasan jati diri bangsa Indonesia yang terkenal sebagai negeri yang multikultural. Sebab Papua menjadi rumah bagi 255 kelompok etnis yang berbeda, masing-masing dengan bahasa, tradisi, dan adat istiadatnya yang begitu unik dan mempesona, yang memperkaya lanskap budaya Indonesia dan menumbuhkan persatuan nasional di tengah keberagaman.
Akan tetapi, keberadaan kelompok separatis bernama Organisasi Papua Merdeka (OPM) berusaha untuk menghancurkan cita-cita luhur Bangsa Indonesia yang menginginkan persatuan dan keharmonisan dalam setiap kehidupan masyarakat di Tanah Air tercinta.
Dengan berlandaskan kekejaman, dan ketidakpeduliaan terhadap nilai-nilai kemanusiaan, kelompok ini bertanggung jawab atas penculikan, pembunuhan, pemerkosaan, dan penghancuran terhadap infrastruktur, yang bertujuan untuk mengganggu stabilitas kawasan dan menarik perhatian internasional. Tindakan kekerasan ini seringkali menyasar desa, sekolah, dan fasilitas kesehatan sehingga menimbulkan ketakutan di kalangan masyarakat.
Menanggapi hal tersebut, Panglima TNI, Jenderal Agus Subiyanto mengatakan akan menindak tegas apa yang dilakukan oleh kelompok separatis tersebut. Tidak ada negara dalam suatu negara. Pernyataan itu menunjukkan ketegasan dari seorang panglima terhadap kondisi yang sedang dialami oleh masyarakat Papua.
Selain itu upaya pengiriman TNI Polri untuk melakukan operasi strategis dinilai sebagai upaya penegakan hukum kelompok separatis yang mengancam keamanan dan kenyamanan masyarakat di Papua. TNI telah melakukan berbagai operasi yang bertujuan untuk membongkar pertahanan OPM, menangkap tokoh-tokoh penting, dan menetralisir ancaman bersenjata. Sedangkan Polri berfokus pada pemeliharaan hukum dan ketertiban, melakukan investigasi, dan terlibat dalam perpolisian masyarakat untuk membangun kepercayaan masyarakat setempat.
Selain itu, Pemerintah juga telah berinvestasi dalam program pembangunan sosial-ekonomi di Papua sebagai pendekatan yang bersifat persuasif. Inisiatif seperti Undang-Undang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua tahun 2001 bertujuan untuk memberikan pemerintahan mandiri dan sumber daya keuangan yang lebih besar kepada wilayah tersebut. Pemerintah juga telah menggelontorkan dana untuk proyek infrastruktur, layanan kesehatan, dan pendidikan untuk meningkatkan kondisi kehidupan masyarakat Papua. Harapannya adalah dengan mengatasi permasalahan ekonomi dan mendorong pembangunan, daya tarik gerakan kemerdekaan akan berkurang.
Merangkul Papua sebagai bagian integral dari Indonesia melalui program-program pembangunan menggarisbawahi komitmen Pemerintah Indonesia terhadap inklusivitas dan pluralisme, serta menekankan bahwa Pemerintah Indonesia bersungguh-sungguh dalam upaya menciptakan kesejahteraan yang merata di seluruh wilayah Indonesia. Masyarakat Papua mengapresiasi upaya-upaya yang telah dilakukan oleh Pemerintah dan mayoritas dari mereka menunjukkan keberpihakkannya kepada Indonesia.
Banyak tokoh masyarakat Papua yang menyuarakan dukungannya terhadap Pemerintah Indonesia. Salah satunya adalah seorang kepala suku di wilayah pegunungan Papua bernama Markus Haluk yang berhasil mengumpulkan dukungan dari berbagai suku untuk bersama-sama memberantas OPM. Bersama dengan tokoh adat lainnya, Markus Haluk membantu aparat keamanan dalam mengurangi aktivitas kelompok OPM melalui sosialisasi anti-radikalisme, pembentukan posko keamanan, hingga penyuluhan kepada masyarakat tentang pentingnya menjaga keamanan dan ketertiban.
Selain itu ada Tokoh Masyarakat Papua, Abisai Rollo yang kini menjabat sebagai Ketua DPRD Kota Jayapura mengatakan bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) harga mati buat Papua dan hanya ada satu bendera, yaitu bendera sang saka Merah Putih.
Aksi teror OPM hingga saat ini masih terjadi, dan pada akhirnya hanya menyengsarakan masyarakat Papua sendiri. Di penghujung tahun 2022, Sebby Sambom bersama kelompoknya melakukan pengusiran terhadap warga pendatang. Daerah-daerah seperti Ndugama, Intan Jaya, Puncak Jaya, Puncak Papua, Pegunungan Bintang, dan Sorong-Maybrat sering dijadikan wilayah perang oleh OPM pimpinan Sebby Sambom. Mereka membakar dan menghancurkan sekolah, puskesmas dan fasilitas pemerintahan lainnya. Selain itu, OPM juga melakukan penembakan terhadap sejumlah pesawat seperti Trigana Air dan Dimonim Air.
Tindakan yang dilakukan kelompok OPM tidak pernah memedulikan dan selalu menentang usaha-usaha menuju Papua yang damai. Jika ada salah satu kelompok dari OPM mulai peduli dengan perdamaian di Papua, maka akan dihujat sebagai pengkhianat dan antek NKRI. Hal ini dialami oleh salah satu pimpinan senior OPM bernama Lambert Pekikir yang pada tahun 2014 mendeklarasikan “Deklarasi Keerom Damai” dan akhirnya dia dihujat oleh petinggi OPM.
Yang dibutuhkan masyarakat Papua bukanlah kemerdekaan melalui perjuangan patriotik bias dan menyimpang seperti yang dilakukan oleh OPM, tapi anak-anak Papua membutuhkan pendidikan yang layak, pemudanya butuh kesempatan untuk berkarya, para mamanya butuh tempat yang layak untuk berjualan dan para lelaki membutuhkan kesempatan untuk mengais rezeki yang layak untuk menghidupi keluarganya.
Komitmen pemerintah untuk menumpas OPM harus didukung dengan sungguh-sungguh oleh setiap warga Indonesia, termasuk warga Papua yang sebenarnya menjadi korban. Sebab upaya yang dilakukan oleh Pemerintah didorong oleh keinginan yang tulus dan kuat untuk menjaga persatuan bangsa dan keutuhan wilayah. Komitmen ini diwujudkan melalui kombinasi kekuatan militer, pembangunan sosial-ekonomi, dan strategi politik.
)* Mahasiswa Papua tinggal di Manado