Oleh : Nadia Sivina
Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2024 di Indonesia menghadapi tantangan serius dengan maraknya penyebaran hoaks di media sosial, terutama yang menyasar pemilih muda. Sebagai generasi digital, Gen Z memiliki peran strategis dalam melawan disinformasi dan menjaga integritas demokrasi. Dengan literasi digital yang baik, Gen Z diharapkan mampu menjadi garda terdepan dalam melawan hoaks yang dapat merusak proses Pilkada.
Seiring dengan semakin dekatnya pelaksanaan Pilkada serentak November 2024, tantangan besar yang harus dihadapi adalah lonjakan informasi palsu yang mengandung muatan politik, seperti hoaks, fitnah, hingga narasi berbasis SARA. Masyarakat Anti Fitnah Indonesia (Mafindo) Bangka Belitung menyadari hal ini dengan mengajak Gen Z untuk aktif melawan hoaks. Melalui program Sekolah Kebangsaan dalam Pelatihan Tular Nalar, Mafindo mengedukasi para mahasiswa di Institut Agama Islam Negeri Syaikh Abdurrahman Siddik (IAIN SAS) Bangka Belitung untuk menjadi pemilih kritis dan lebih cerdas dalam menyaring informasi.
Koordinator Wilayah Mafindo Bangka Belitung, Suryani mengatakan Gen Z yang tumbuh di era digital memiliki peran penting dalam melawan masifnya hoaks di media sosial. Sosialisasi ini tidak hanya mengajarkan cara mengidentifikasi informasi palsu, tetapi juga memberikan pemahaman mendalam tentang dampak dan sanksi penyebaran hoaks. Pelatihan seperti ini sangat penting untuk mempersiapkan generasi muda menghadapi tantangan demokrasi yang semakin kompleks, terutama di dunia maya yang menjadi medan utama penyebaran informasi.
Upaya melibatkan Gen Z dalam memerangi hoaks Pilkada juga ditunjukkan melalui kolaborasi antara Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta dan Mafindo. Program yang diselenggarakan oleh Program Studi Jurnalistik Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi ini berhasil memperkuat literasi digital di kalangan mahasiswa, dengan fokus utama pada penyaringan informasi dan pengetahuan tentang pemilu. Dalam program bertema Penginderaan Hoaks untuk Pemilu, para mahasiswa dibekali keterampilan untuk mengenali narasi palsu dan berbahaya yang sering muncul selama periode pemilihan.
Kolaborasi ini membuktikan bahwa peran kampus sebagai agen perubahan sangatlah krusial dalam persoalan kebangsaan, khususnya untuk menangkal hoaks. Wakil Dekan III Bidang Kemahasiswaan FDIKOM, Dr. Muhtadi, M.Si., mengatakan program Penginderaan Hoaks untuk Pemilu diharapkan dapat membantu mahasiswa untuk berpikir kritis dan lebih siap menghadapi gelombang hoaks selama Pilkada 2024. Hal ini sangat relevan mengingat saat ini media sosial menjadi platform utama interaksi bagi Gen Z, yang kerap terpapar informasi tanpa filter.
Selain pentingnya literasi digital, pendidikan politik juga menjadi faktor kunci dalam mendorong partisipasi aktif Gen Z pada Pilkada 2024. Di Kalimantan Timur, Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) terus berupaya memberikan pemahaman politik kepada generasi muda. Kepala Bidang Politik Dalam Negeri Kesbangpol Kaltim, Fatimah Waty mengatakan pendidikan politik yang diterapkan secara sistematis dapat memberikan pencerahan bagi para pemilih muda. Ini sangat penting, mengingat 37 persen dari Daftar Pemilih Tetap (DPT) di Kaltim didominasi oleh generasi milenial dan Gen Z.
Peran Gen Z dalam melawan hoaks tidak dapat dipandang sebelah mata. Sebagai generasi yang hidup di era digital, tentunya memiliki akses tanpa batas terhadap informasi dan juga kemampuan untuk menyebarkannya. Inilah yang membuat Gen Z menjadi garda terdepan dalam menjaga integritas demokrasi di Indonesia. Ketika hoaks dan disinformasi terus menyebar, terutama selama proses pemilihan, tanggung jawab Gen Z sebagai pemilih cerdas dan kritis sangatlah vital.
Berdasarkan survei, Gen Z adalah kelompok yang paling banyak mengonsumsi informasi dari media sosial, platform yang kerap menjadi lahan subur bagi penyebaran hoaks. Oleh karena itu, perlu bekal kemampuan literasi digital adalah langkah strategis untuk melawan disinformasi. Program-program seperti yang digagas oleh Mafindo dan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta merupakan contoh nyata bahwa literasi digital dapat diintegrasikan ke dalam dunia pendidikan tinggi guna mempersiapkan generasi muda menghadapi tantangan demokrasi.
Gen Z bukan hanya penerima informasi, tetapi juga aktor penting dalam menciptakan lingkungan informasi yang sehat. Dengan kemampuan berpikir kritis dan keterampilan memverifikasi fakta, Gen Z dapat menjadi agen perubahan yang mampu mengarahkan diskursus publik ke arah yang lebih positif. Keterlibatannya tidak hanya penting dalam memastikan Pilkada 2024 berlangsung damai dan bebas dari manipulasi, tetapi juga dalam membangun budaya politik yang sehat dan demokratis di masa depan.
Dalam menghadapi Pilkada 2024, Gen Z memiliki posisi strategis sebagai penjaga integritas demokrasi. Dengan literasi digital yang kuat, pemahaman politik yang mendalam, serta kemampuan untuk menyaring informasi, melawan penyebaran hoaks dan menjadi pemilih yang cerdas. Kolaborasi berbagai pihak, seperti kampus, pemerintah, dan organisasi anti-hoaks, sangat penting untuk memastikan bahwa generasi muda siap menghadapi tantangan disinformasi yang kian meningkat. Jika Gen Z dapat memanfaatkan teknologi secara bijak dan menjadi agen perubahan, masa depan demokrasi Indonesia akan berada di tangan yang aman.
)* Penulis adalah Pengamat Politik Dalam Negeri