Hindari Politik Uang, Wujudkan Pemimpin Berintegritas

Oleh: Azzahra Qotimah )*

Politik uang merupakan salah satu masalah serius yang kerap mencederai proses demokrasi. Praktik ini tidak hanya merusak integritas Pilkada, tetapi juga mengancam keberlanjutan kepemimpinan yang berkualitas. Masyarakat seringkali dihadapkan pada godaan materi singkat, namun konsekuensinya adalah pemimpin yang terpilih cenderung mengutamakan kepentingan pribadi atau kelompok daripada kepentingan rakyat.
Dibutuhkan komitmen kuat menjaga Pilkada agar dapat menghasilkan para pemimpin yang berintegritas. Untuk mewujudkan pemimpin yang berintegritas, partisipasi aktif masyarakat sangat diperlukan. Memilih dengan kesadaran penuh dan menolak segala bentuk suap atau janji politik uang adalah langkah awal yang sangat penting. Pemimpin yang berintegritas akan bekerja berdasarkan prinsip moral yang kuat, jujur, dan memiliki visi untuk kemajuan bersama, bukan sekadar memperkaya diri.
Seperti halnya dilakukan oleh Bawaslu Sulawesi Tengah (Sulteng) yang telah membentuk Kampung Pengawasan Partisipatif di Desa Limboro, Kabupaten Donggala. Desa ini dinobatkan sebagai “Desa Anti Politik Uang” sebagai upaya meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap pentingnya pengawasan Pilkada. Acara berlangsung di lapangan Kantor Desa Limboro dan dihadiri oleh berbagai tokoh, termasuk Dewi Tisnawaty dari Bawaslu Sulteng. Deklarasi bersama dipimpin oleh Kepala Desa Limboro, diikuti dengan penandatanganan prasasti sebagai simbol komitmen. Syarifuddin Ishak, Ketua Panitia sekaligus Sekretariat Bawaslu Kabupaten Morowali, menjelaskan bahwa gerakan ini bertujuan untuk melibatkan masyarakat dalam pengawasan Pilkada 2024. Kampung Pengawasan merupakan inisiatif Bawaslu berbasis partisipasi masyarakat untuk memerangi pelanggaran Pilkada.
Inisiatif ini menjadi satu upaya yang semestinya di marakan oleh seluruh elemen masyarakat. Stakeholder beserta tokoh masyarakat tokoh agama memiliki peran penting dalam mendorong komitmen untuk menciptakan suasana kondusif. Ini adalah bagian dari pembelajaran politik secara langsung yang dipraktikan untuk menegaskan fungsi masing-masing. Bawaslu sebagai bagian dari pihak penyelenggara Pilkada bidang pengawasan memiliki tanggungjawab bagaimana menumbuhkan kesadaran masyarakat ikut berperan aktif menjadi bagian yang menjaga Pilkada bersih tanpa intervensi, tanpa politik uang yang dapat merusak demokrasi. Dengan partisipasi masyarakat yang aktif, diharapkan Pilkada dapat berlangsung lebih jujur, adil, dan transparan, serta memperkuat sistem demokrasi di daerah tersebut.
Selain itu, Pilkada 2024 telah membuka mata banyak pihak terkait maraknya praktik politik uang, yang menjadi ancaman serius bagi kualitas demokrasi. Ketua Umum Ikatan Alumni Politeknik STIA LAN Jakarta, Agun Gunandjar Sudarsa, menyadari pentingnya perubahan untuk Pilkada yang lebih baik pada 2029.
Pilkada mendatang diharapkan dapat menghadirkan optimisme dan menghapus kecemasan-kecemasan yang terjadi selama ini. Oleh karena itu perlu dilakukan konsolidasi partai politik dalam lima tahun ke depan untuk memastikan bahwa parpol menjalankan fungsinya secara efektif. Reformasi kepartaian ini bertujuan menciptakan kader yang kompeten untuk berkompetisi dan proses rekrutmen yang berkualitas, bukan sekadar formalitas.
Munculnya Fenomena “kotak kosong” dalam Pilkada 2024 menimbulkan masyarakat bertanya-tanya, apakah pembinaan partai politik selama bisa dikatakan berhasil, karena kotak kosong pada Pilkada yang jumlahnya cukup besar akan menimbulkan persoalan baru pada tingkat pelaksanaannya. Jika “kotak kosong” memiliki jumlah lebih besar pemilih, artinya Pilkada tidak atau belum menghasilkan pemimpin. “Kotak kosong” di Pilkada memiliki dampak yang sistemik. Hal ini juga bisa dikatakan sebagai cerminan partai politik yang belum optimal dalam menyiapkan pemimpin daerah yang berkualitas. Dari 41 daerah yang bertarung melawan kotak kosong, ini menunjukkan lemahnya proses kaderisasi di internal parpol.
Fenomena “Kotak Kosong” juga memicu praktik politik uang dalam penyelenggaraan Pilkada. Oleh karena itu perlu optimalisasi penyelenggara, KPU dan Bawaslu menjadi lembaga yang dituntut untuk bisa menjalankan tugasnya secara konstitusional dalam menjaga praktik politik uang yang sangat rawan di Pilkada 2024.
Untuk mencapai demokrasi yang baik, Pilkada jujur, adil, aman dan hak-hak masyarakat terjamin dalam pemilihan pemimpin mendatang, maka semua sistem penyelenggara harus merefleksikan kembali tugas dan fungsi secara benar, termasuk partai politik bukan menjadi bagian dapat memperkeruh situasi, tetapi bisa menunjukkan bahwa partai politik adalah menjadi rumah besar untuk menciptakan para pemimpin-pemimpin yang memiliki kapabiltas dan bermoral. Diharapkan parpol dapat mengemban fungsi mereka secara optimal, sehingga bangsa ini bisa mencapai tujuan besar membangun demokrasi Indonesia yang lebih dan yang dapat mengantarkan kepada keadilan dan kesejahteraan.
Peran optimal lembaga penyelenggara Pilkada, KPU, Bawaslu dan penegak hukum untuk menekan potensi munculnya politik uang menjadi harapan semua pihak. Penegakan aturan yang tegas terhadap pelanggaran politik uang perlu diterapkan tanpa pandang bulu. Edukasi pemilih juga perlu digalakkan untuk meningkatkan kesadaran tentang pentingnya memilih pemimpin yang berintegritas. Hanya dengan pemimpin yang jujur dan kompeten, pembangunan yang berkelanjutan dan kesejahteraan masyarakat bisa tercapai. Mereka juga harus bisa mendorong rekrutmen calon pemimpin yang memiliki integritas, bukan hanya berdasarkan popularitas atau kekayaan. Proses seleksi yang transparan dan adil akan membantu menciptakan calon pemimpin yang berkualitas.
Menghindari politik uang bukan hanya tugas individu, tetapi merupakan tanggung jawab bersama untuk menjaga kemurnian demokrasi dan memastikan lahirnya pemimpin yang benar-benar peduli pada kepentingan bangsa. Pada akhirnya, kesadaran masyarakat untuk menolak politik uang adalah fondasi dari demokrasi yang sehat. Dengan memilih pemimpin yang berintegritas, bangsa akan mendapatkan kebijakan yang berpihak pada kepentingan rakyat banyak, bukan segelintir elit yang hanya memanfaatkan kekuasaan untuk kepentingan pribadi.
)* Penulis adalah mahasiswa Malang tinggal di Jakarta

Back To Top