Oleh Marie Agatha Yembise )*
Gerakan separatis di Papua, seperti yang dilakukan oleh kelompok United Liberation Movement for West Papua (ULMWP), telah menjadi sumber ketegangan dan kekacauan di Tanah Papua selama beberapa dekade. Mereka sering kali mengklaim bahwa perjuangan mereka adalah untuk rakyat. Namun, di balik narasi ini, ada kenyataan pahit yang sering kali tersembunyi sebuah gerakan yang lebih menguntungkan segelintir elit yang hidup mewah di luar negeri, sementara rakyat Papua dibiarkan dalam penderitaan dan konflik.
Tokoh pemuda adat Tabi, Kundrath Tukayo, dengan tegas menolak segala bentuk aktivitas yang dilakukan oleh ULMWP di Tanah Papua, terutama di wilayah Tabi. Kundrath menyampaikan bahwa masyarakat Papua saat ini mendambakan kesejahteraan, bukan kemerdekaan yang justru memperpanjang konflik dan penderitaan. Ia juga menekankan bahwa lobi-lobi politik yang dilakukan oleh ULMWP dan kelompok separatis lainnya hanya akan memperburuk situasi, terutama di Papua yang masih menghadapi tantangan pembangunan.
Kundrath mengakui bahwa pembangunan di Tanah Papua bukan hanya tanggung jawab pemerintah pusat, tetapi juga masyarakat Papua itu sendiri. Menurutnya, masyarakat Papua perlu sadar bahwa meskipun pemerintah telah menggelontorkan anggaran yang besar untuk pembangunan, tuntutan kemerdekaan yang terus diusung oleh segelintir pihak hanya akan merugikan Papua secara keseluruhan.
Aktivitas kelompok ULMWP, termasuk dukungan mereka terhadap pertemuan International Parliament for West Papua (IPWP) di Parlemen Inggris yang dihadiri oleh Benny Wenda, menunjukkan bahwa mereka lebih fokus pada agenda politik internasional daripada mendengarkan suara mayoritas rakyat Papua. Kundrath menegaskan bahwa aksi-aksi yang dilakukan di luar negeri, seperti seruan mereka untuk mendesak Pemerintah Indonesia membuka akses bagi komisioner tinggi HAM PBB ke Papua, tidak mencerminkan kepentingan masyarakat Papua yang sebenarnya.
Kundrath juga menegaskan bahwa kelompok separatis Papua di luar negeri terus melakukan hal itu untuk kepentingan pribadi dan kelompoknya, tetapi mengatasnamakan masyarakat Papua. Kundrath juga mengimbau masyarakat Papua untuk tidak terprovokasi oleh aktivitas ULMWP, yang kerap kali menggunakan retorika kemerdekaan untuk menutupi agenda tersembunyi mereka. Masyarakat Papua, menurut Kundrath, hanya menginginkan kesejahteraan dan pembangunan, bukan sekadar janji kemerdekaan yang tidak memberikan hasil nyata.
Hal ini sejalan dengan pengakuan Krisyanto Yen Oni, seorang pria asli Papua yang melalui video viral di YouTube membongkar sisi gelap OPM yang selama ini mengklaim berjuang untuk kemerdekaan Papua. Dalam video tersebut, Krisyanto mengungkapkan bahwa para pemimpin OPM sering kali memanfaatkan masyarakat Papua, terutama kaum muda, untuk kepentingan pribadi mereka. Mereka mengarahkan masyarakat sipil untuk terlibat dalam aksi kekerasan, sementara mereka sendiri hidup mewah dan aman di luar negeri.
Krisyanto secara tegas menyatakan bahwa para pemimpin OPM memanipulasi narasi perjuangan kemerdekaan untuk mendapatkan dukungan finansial dan moral dari pihak-pihak tertentu, baik di dalam maupun luar negeri. Namun, pada kenyataannya, rakyat Papua justru menjadi korban utama dari konflik berkepanjangan ini. Pengakuan Krisyanto telah menyoroti bagaimana taktik licik para pemimpin OPM hanya memperburuk kondisi di Papua, sementara mereka sendiri menikmati kenyamanan dan keamanan jauh dari medan konflik.
Video pengakuan Krisyanto, yang telah ditonton lebih dari 465.000 kali sejak pertama kali diunggah pada April 2023, memberikan pandangan yang mengejutkan bagi banyak orang. Dalam video tersebut, ia menjelaskan bagaimana banyak pemuda Papua dipaksa untuk ikut serta dalam pertempuran tanpa memahami sepenuhnya tujuan dari perjuangan yang dipropagandakan oleh OPM. Krisyanto juga menekankan bahwa OPM bukanlah representasi dari seluruh masyarakat Papua. Sebaliknya, banyak orang asli Papua yang mendambakan kedamaian dan pembangunan, tanpa harus terlibat dalam kekerasan yang tidak berujung.
Pengakuan ini memberikan perspektif yang lebih realistis tentang situasi di Papua. OPM dan kelompok separatis lainnya sering kali menggunakan taktik manipulatif untuk meraih simpati dan dukungan internasional, tetapi pada akhirnya, yang paling menderita adalah masyarakat Papua sendiri. Konflik bersenjata yang berkepanjangan tidak hanya merusak tatanan sosial dan budaya masyarakat Papua, tetapi juga menghambat upaya pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah.
Kundrath Tukayo dan Krisyanto Yen Oni merupakan contoh suara-suara dari masyarakat Papua yang menolak keras gerakan separatis yang merugikan rakyat. Mereka menyadari bahwa kemerdekaan bukanlah solusi untuk mencapai kesejahteraan yang diinginkan oleh masyarakat Papua. Alih-alih mengikuti narasi-narasi separatis yang merugikan, mereka mendorong masyarakat Papua untuk fokus pada pembangunan dan kesejahteraan, bekerja sama dengan pemerintah pusat untuk menciptakan Papua yang damai dan sejahtera.
Masyarakat Papua, seperti yang disuarakan oleh Kundrath dan Krisyanto, mendambakan masa depan yang damai, di mana mereka dapat berpartisipasi aktif dalam pembangunan tanpa harus terlibat dalam konflik yang dipaksakan oleh kelompok-kelompok separatis. Dengan semakin terbukanya pengakuan dari masyarakat Papua sendiri, seperti yang diungkapkan Krisyanto dalam video viralnya, dunia dapat melihat dengan lebih jelas bahwa perjuangan kelompok-kelompok separatis tidak selalu mewakili kepentingan rakyat Papua yang sebenarnya.
)* Penulis merupakan mahasiswa asal Papua di Surabaya