Oleh: Teguh Ahmad Insani )*
Undang-Undang (UU) Cipta Kerja, yang disahkan pada tahun 2020, merupakan salah satu langkah strategis pemerintahan Presiden Jokowi untuk mengatasi berbagai tantangan dalam dunia usaha dan ketenagakerjaan. Salah satu fokus utama dari UU ini adalah meningkatkan kesejahteraan pekerja di tengah dinamika pasar kerja yang terus berkembang.
Pemerintahan Presiden Jokowi menghadirkan UU Cipta Kerja sebagai bagian reformasi penting dalam kebijakan ketenagakerjaan dengan tujuan meningkatkan perlindungan dan kesejahteraan pekerja. Perubahan ini meliputi penyederhanaan aturan mengenai hubungan kerja, kontrak kerja, dan pemutusan hubungan kerja (PHK). Reformasi ini bertujuan untuk menciptakan hubungan kerja yang lebih adil dan fleksibel, yang pada gilirannya dapat meningkatkan kesejahteraan pekerja.
UU Cipta Kerja juga memperkuat program jaminan sosial yang mencakup berbagai bentuk perlindungan bagi pekerja. Dengan adanya jaminan pensiun, kesehatan, dan kecelakaan kerja yang lebih baik, pekerja memiliki perlindungan yang lebih kuat terhadap risiko-risiko yang dapat mempengaruhi kesejahteraan mereka. Hal ini termasuk perlindungan untuk risiko kesehatan, kecelakaan kerja, serta kepastian finansial di masa pensiun.
Dalam pandangan ekonomi saat ini, tingkat pengangguran dianggap sebagai salah satu indikator utama keberhasilan kinerja pemerintah. Pemerintah memiliki tugas pokok untuk menangani masalah ini, sembari tetap memperhatikan kesejahteraan pekerja serta menjaga kelestarian lingkungan melalui penciptaan lapangan kerja.
Menurut Ketua Tim Asistensi Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Tirta Hidayat, tidak ada gunanya membahas tentang pendapatan, kesehatan, dan pendidikan jika masyarakat tidak memiliki pekerjaan. Tirta menjelaskan bahwa dalam ilmu ekonomi dikenal istilah lingkaran setan yang melibatkan pendapatan, pendidikan, dan kesehatan. Individu dengan pendapatan rendah cenderung tidak mampu mengakses pendidikan dan layanan kesehatan yang layak, sehingga terjebak dalam lingkaran tersebut. Oleh sebab itu, pemerintah merancang UU Cipta Kerja untuk meningkatkan lapangan pekerjaan melalui perbaikan iklim investasi.
Namun, ada anggapan bahwa RUU Cipta Kerja akan menurunkan kesejahteraan pekerja. Asisten Deputi Ketenagakerjaan Kemenko Bidang Perekonomian, Yulius, menyatakan bahwa justru melalui UU ini, kesejahteraan pekerja akan lebih terjamin. Ia juga menekankan bahwa upah minimum di Indonesia lebih tinggi dibandingkan negara tetangga, namun tidak diimbangi dengan produktivitas yang memadai. Kondisi ini menyebabkan daya saing produk Indonesia menurun di pasar internasional.
Yulius menambahkan bahwa pada awalnya timnya mencoba menghitung upah buruh berdasarkan “safety net”, namun hasilnya terlalu jauh, sehingga diputuskan untuk mengambil jalan tengah. Meskipun saat ini kondisi ekonomi belum membaik dan banyak pekerja mengalami PHK, pemerintah memastikan upah buruh tetap naik. Mengenai pesangon, jumlahnya sedikit diturunkan dari 19 bulan menjadi 17 bulan, namun ditambah dengan fasilitas lain seperti pendidikan dan program kartu prakerja. Yulius juga menekankan bahwa dengan RUU Cipta Kerja, hak-hak pekerja Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) dan pekerja tetap disamakan. Oleh karena itu, anggapan bahwa UU ini akan merugikan pekerja sangat keliru.
Sementara itu, Menteri Ketenagakerjaan, Ida Fauziyah, memastikan bahwa Undang-Undang (UU) Cipta Kerja tetap memberikan jaminan kesejahteraan bagi para pekerja, sebagaimana yang telah diatur dalam undang-undang sebelumnya. Ia menjelaskan bahwa semua ketentuan mengenai Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) dalam UU Nomor 13 Tahun 2003 tetap berlaku dalam UU Cipta Kerja. Bahkan, undang-undang baru ini memberikan perlindungan tambahan bagi pekerja kontrak, yang menyatakan hak mereka untuk mendapatkan kompensasi setelah kontrak selesai, sama seperti pekerja tetap.
Ida menyebutkan bahwa banyak buruh/pekerja yang menyampaikan protes terkait pengesahan UU Cipta Kerja. Menurutnya, ketidakpuasan tersebut terjadi karena masih banyak pekerja yang belum sepenuhnya memahami isi UU Cipta Kerja, sehingga menimbulkan kesalahpahaman terkait substansi undang-undang tersebut. Sebagai contoh, Ida menyinggung adanya isu pekerja dikontrak seumur hidup. Namun, dalam UU Cipta Kerja, tidak ada aturan yang mengatur hal tersebut, karena batas maksimal masa kontrak akan diatur melalui peraturan pemerintah. Hal ini memungkinkan pekerja menjadi tetap lebih cepat atau lebih lambat, tergantung pada aturan yang diberlakukan.
UU Cipta Kerja juga mengatur perlindungan dan peningkatan kesejahteraan pekerja/buruh. Sebagai aturan turunannya, terdapat 4 PP yang mengatur pelaksanaan Program Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) serta menyempurnakan ketentuan mengenai waktu kerja, hubungan kerja, dan pemutusan hubungan kerja (PHK), serta pengupahan. Selain itu, di dalam UU Cipta Kerja juga diperjelas dan dipertegas ketentuan mengenai penggunaan tenaga kerja asing (TKA) yang diperlukan hanya untuk alih keahlian/keterampilan dan teknologi baru, serta pelaksanaan investasi.
Selain itu, UU Cipta Kerja memperkuat perlindungan hukum bagi pekerja, memberikan kepastian, dan keamanan dalam berusaha. Kepastian hukum yang lebih baik membantu pekerja merasa lebih aman dan terlindungi dalam menjalankan aktivitas kerja mereka, sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan mereka secara keseluruhan.
UU Cipta Kerja dirancang untuk meningkatkan kesejahteraan pekerja melalui berbagai reformasi kebijakan dan program dukungan. Dengan memperkuat jaminan sosial, meningkatkan fleksibilitas hubungan kerja, dan menyediakan program pelatihan serta pengembangan keterampilan, UU ini bertujuan untuk menciptakan lingkungan kerja yang lebih baik dan meningkatkan kesejahteraan pekerja. Meskipun terdapat tantangan dalam implementasinya, UU Cipta Kerja merupakan langkah penting dalam upaya meningkatkan kualitas hidup pekerja di Indonesia.
)* Pelaku Ekonomi